Cerita Sex - Tante Girang Itu bernama Sofie Part - 2 "Sekarang kamu tekan pelan-pelan sayang..., Ahhooowww, yang pelan sayang oh punya kamu segede kuda tahu!", liriknya genit saat merasakan penisku yang baru setengah masuk itu.
"Begini tante?", dengan hati-hati kugerakkan lagi, pelan sekali, rasanya seperti memasuki lubang yang sangat sempit.
"Tarik dulu sedikit, Di..., yah tekan lagi. Pelan-pelan..., yaahh masuk sayang ooohh besarnya punya kamu..., ooohh".
"Tante suka?".
"Suka sayang ooohh, sekarang kamu goyangin..., mm..., yak gitu terus tarik, aahh..., pelan sayang vagina tante rasanya..., ooouuuhh mau robek, mmhh..., yaahh tekan lagi sayang..., ooohh..., hhmm..., enaakkk..., ooohh".
"Kalau sakit bilang saya yah tante?", kusempatkan mengatur gerakan, tampaknya Tante Sofi sudah bisa menikmatinya, matanya memejam.
"Hmm..., ooohh..", Tante Sofi kini mengikuti gerakanku. Pinggulnya seperti berdansa ke kiri kanan. Liang vaginanya bertambah licin saja. Penisku kian lama kian lancar, kupercepat goyanganku hingga terdengar bunyi selangkangannya yang becek bertemu pangkal pahaku. Plak.., plak.., plak.., plak.., aduh nikmatnya perempuan setengah baya ini. Mataku merem melek memandangi wajah keibuan Tante Sofi yang masih saja mengeluarkan senyuman. Nafsuku semakin jalang, gerakanku yang tadinya santai kini tak lagi berirama. Buah dadanya tampak bergoyang ke sana ke mari, mengundang bibirku beraksi.
"ooohh sayang kamu buas sekali. hmm..., tante suka yang begini, ooohh..., genjot terus mm".
"Uuhh tante nikmat tante..., mm tante cantik sekali ooohh..".
"Kamu senang sekali susu tante yah? ooohh sedooot teruuus susu tanteee aahh..., panjang sekali peler kamu ooohh, Didiii..., aahh".Jeritannya semakin keras dan panjang, denyutan vaginanya semakin terasa menjepit batang penisku yang semakin terasa keras dan tegang.
"Di..?", dengusannya turun naik.
"Yah uuuhh ada apa tante...".
"Kamu bener-bener hebat sayang..., ooowwww..., uuuhh.., tan.., tante.., mau keluar hampiiirr..., aahh...", gerakan pinggulnya yang liar itu semakin tak karuan, tak terasa sudah lima belas menit kami berkutat.
"ooohh memang enaak tante, ooohh..., Tante Sofi. Tante Sofi, ooohh..., tante, ooohh..., nikmat sekali tante, ooohh.." aku bahkan tak mengerti apa maksud kata "keluar" itu. Aku hanya peduli pada diriku, kenikmatan yang baru pertama kali kurasakan seumur hidup. Tak kuhiraukan tubuh Tante Sofi yang menegang keras, kuku-kuku tangannya mencengkeram punggungku, pahanya menjepit keras pinggangku yang sedang asyik turun naik itu, "aahh..., Di.., diii..., tante ke...luaarrr laagiii..., aahh", vagina Tante Sofi terasa berdenyut keras sekali, seperti memijit batangan penisku dan uuhh ia menggigit pundakku sampai kemerahan. Kepala penisku seperti tersiram cairan hangat di dalam liang rahimnya. Sesaat kemudian ia lemas lagi.
"Tante capek? Maaf tante kalau saya keterlaluan..".
"mm..., nggak begitu Di, yang ini namanya tante orgasme, bukan kamu yang salah kok, justru kamu hebat sekali..., ah, ntar kamu tahu sendiri deh..., kamu tunggu semenit aja yah, uuuhh hebat".
Aku tak tahu harus bilang apa, penisku masih menancap di liang kemaluan Tante Sofi.
"Kamu peluk tante dong, mm".
"Ahh tante, saya boleh lanjutin nggak sih?".
"Boleh, asal kamu jangan goyang dulu, tunggu sampai tante bangkit lagi, sebentaar aja. Mainin susu tante saja ya?".
"Baik tante...".
Kau tak sabar ingin cepat-cepat merasakan nikmatnya "keluar" seperti Tante Sofi. Ia masih diam saja sambil memandangiku yang sibuk sendiri dengan puting susu itu. Beberapa saat kemudian kurasakan liang vaginanya kembali bereaksi, pinggulnya ia gerakkan.
"Di..".
"Ya tante?".
"Sekarang tante mau puasin kamu, kasih tante yang di atas ya, sayang..., mmhh, pintar".
Posisi kami berbalik. Kini Tante Sofi menunggangi tubuhku. Perlahan tangannya kembali menuntun batang penisku yang masih tegang itu memasuki liang kenikmatannya, dan uuuhh terasa lebih masuk.
Tante Sofi mulai bergoyang perlahan, payudaranya tampak lebih besar dan semakin menantang dalam posisi ini. Tante Sofi berjongkok di atas pinggangku menaik-turunkan pantatnya, terlihat jelas bagaimana penisku keluar masuk liang vaginanya yang terlihat penuh sesak, sampai bibir kemaluan itu terlihat sangat kencang.
"ooohh enaak tante..., oooh Tante Sofi..., oooh Tante Sofi..., ooo tante..., hmm, enaak sekali..., ooohh.." kedua buah payudara itu seperti berayun keras mengikuti irama turun naiknya tubuh Tante Sofi.
"Remeees susu tante sayang, ooohh..., yaahh.., pintar kamu..., ooohh..., tante nggak percaya kamu bisa seperti ini, ooohh..., pintar kamu Didi ooohh..., ganjal kepalamu dengan bantal ini sayang", Tante Sofi meraih bantal yang ada di samping kirinya dan memberikannya padaku.
"Maksud tante supaya saya bisa..., crup.., crup..", mulutku menerkam puting panyudaranya.
"Yaahh sedot susu tante lagi sayang..., mm.., yak begitu teruuus yang kiri sayang ooohh".
Tante Sofi menundukkan badan agar kedua buah dadanya terjangkau mulutku. Decak becek pertemuan pangkal paha kami semakin terdengar seperti tetesan air, liang vaginanya semakin licin saja. Entah sudah berapa puluh cc cairan kelamin Tante Sofi yang meluber membasahi dinding vaginanya. Tiba-tiba aku teringat adegan filn porno yang tadi kulihat, "yap..., doggie style!" batinku berteriak kegirangan, mendadak aku menahan goyangan Tante Sofi yang tengah asyik.
"Huuuhh..., ooohh ada apa sayang?", nafasnya tersenggal.
"Saya mau pakai gaya yang ada di film, tante".
"Gaya yang mana, yah..., ada banyak tuh?".
"Yang dari belakang trus tante nungging".
"Hmm..., tante ngerti..., boleh", katanya singkat lalu melepaskan gigitan vaginanya pada penisku.
"Yang ini maksud kamu", Tante Sofi menungging tepat di depanku yang masih terduduk.
"Iya tante.." Hmm lezatnya, pantat Tante Sofi yang besar dan belahan bibir vaginanya yang memerah, aku langsung mengambil posisi dan tanpa permisi lagi menyusupkan penisku dari belakang. Kupegangi pinggangnya, sebelah lagi tanganku meraih buah dada besarnya.
"ooohh..., nggg..., yang ini hebaat Di..., ooohh, genjot yang keras sayang, ooohh..., tambah keras lagi..., uuuhh..".
"ooohh tante..., taannn..teee..., ooohh..., nikmat tante Sofiii..".
Kepalanya menggeleng keras ke sana ke mari, aku rasa Tante Sofi sedang berusaha menikmati gaya ini dengan semaksimal mungkin. Teriakannyapun makin ngawur.
"ooohh..., jangan lama-lama lagi sayang tante mau keluar lagi oooh.." aku menghentikan gerakan dan mencabut penisku.
"Baik tante sekarang..., mm, coba tante berbaring menghadap ke samping, kita selesaikan dengan gaya ini".
"Goodness! Kamu sudah mulai pintar sayang mmhh", Tante Sofi mengecup bibirku.
Perintahkupun diturutinya, ia seperti tahu apa yang aku inginkan. Ia menghempaskan badannya kembali dan berbaring menghadap ke samping, sebelah kakinya terangkat dan mengangkang, aku segera menempatkan pinggangku di antaranya. Buah penisku bersiap lagi.
"aahh tante..., uuuhh..., nikmat sekali, ooohh..., tante sekarang Tante Sofi, ooohh..., saya nggak tahan tanteee..., enaak..., ooohh".
"Tante juga Didi..., Didi..., Didi sayaanggg, ooohh..., keluaar samaan sayaang oooh" kami berdua berteriak panjang, badanku terasa bergetar, ada sebentuk energi yang maha dahsyat berjalan cepat melalui tubuhku mengarah ke bawah perut dan, "Craat..., cratt..., craatt..., crattt", entah berapa kali penisku menyemburkan cairan kental ke dalam rahim Tante Sofi yang tampak juga mengalami hal yang sama, selangkangan kami saling menggenjot keras. Tangan Tante Sofi meremas sprei dan menariknya keras, bibirnya ia gigit sendiri. Matanya terpejam seperti merasakan sesuatu yang sangat hebat.
Beberapa menit setelah itu kami berdua terkapar lemas, Tante Sofi memelukku erat, sesekali ia mencium mesra. Tanganku tampaknya masih senang membelai lembut buah dada Tante Sofi. Kupintir-pintir putingnya yang kini mulai lembek. Mataku memandangi wajah manis perempuan paruh baya itu, meski umurnya sudah berkepala empat namun aku masih sangat bernafsu melihatnya. Wajahnya masih menampakkan kecantikan dan keanggunannya. Meski tampak kerutan kecil di leher wanita itu tapi..., aah, persetan dengan itu semua, Tante Sofi adalah wanita pertama yang memperkenalkan aku pada kenikmatan seksual. Bahkan dibanding Devi, Rani, Shinta dan teman sekelasku yang lain, perempuan paruh baya ini jauh lebih menarik.
"Tante nggak nyangka kamu bisa sekuat ini, Di..".
"Hmm...".
"Betul ini baru yang pertama kali kamu lakukan?".
"Iya tante..".
"Nggak pernah sama pacar kamu?".
"Nggak punya tante...".
"Yang bener aja ah".
"Iya bener, nggak bohong kok, tante..., tante nggak kapok kan ngajarin saya yang beginian?".
"Ya ampuuun.." Ia mencubit genit, "masa sih tante mau ngelepasin kamu yang hebat gini, tahu nggak Di, suami tante nggak ada apa-apanya dibanding kamu..".
"Maksud tante?".
"Om Totomu itu kalau main paling lama tiga menit..., lha kamu? Tante sudah keluar beberapa kali kamu belum juga, apa nggak hebat namanya".
"Ngaak tahu deh tante, mungkin karena baru pertama ini sih...".
"Tapi menurut tante kamu emang punya bakat alam, lho? Buktinya baru pertama begini saja kamu sudah sekuat itu, apalagi kalau sudah pengalaman nanti..., pasti tante kamu bikin KO..., lebih dari yang tadi".
"Terima kasih tante..".
"Untuk?".
"Untuk yang tadi..".
"Tante yang terima kasih sama kamu..., kamu yang pertama membuat tante merasa seperti ini".
"Saya nggak ngerti...".
"Di.., dua puluh tahun lebih sudah usia perkimpoian tante dengan Om Toto. Tak pernah sedetikpun tante menikmati hubungan badan yang sehebat ini. Suami tante adalah tipe lelaki egois yang menyenangkan dirinya saja. Tante benar-benar telah dilecehkannya. Belakangan tante berusaha memberontak, rupanya dia sudah mulai bosan dengan tubuh tante dan seperti rekannya yang lain sesama pejabat, ia menyimpan beberapa wanita untuk melampiaskan nafsu seksnya. Tante tahu semua itu dan tante nggak perlu cerita lebih panjang lebar karena pasti kamu sudah sering mendengar pertengkaran tante", Suaranya mendadak serius, tanganku memeluk tubuhnya yang masih telanjang. Ada sebersit rasa simpati mendengar ceritanya yang polos itu, betapa bodohnya lelaki bernama Om Toto. Perempuan secantik dan senikmat ini di biarkan merana.
"Kriiing..., kriiing..., kriiing", aku terhenyak kaget.
"Celaka..! Pasti..., mmungkin?, tante..., gimana nih?".
"pssstt.." Ia menempelkan telunjukknya di bibirku lalu tangan tante Sofi mengangkat gagang telfon yang berada di samping tempat tidur. Ia terduduk, masih tanpa busana, pemandangan asyik untukku yang ada tepat di belakangnya.
"Celaka, jangan-jangan..., Om Toto tahu.., Ah nggak munkin mereka sudah sampai di LA..", batinku merasa khawatir.
"Halooo..., eh Son?", aku tambah khawatir.
"Udah nyampe kalian..?".
"ooo..., mereka sudah di...", hatiku agak lega mendengarnya.
"Lia sama adik kamu gimana?", ternyata Sonny menelfon dari Amerika. Hanya memberitahu mamanya kalau mereka sudah sampai. Tampak sekali hubungan Om Toto dan istrinya sedang renggang, tak kudengar mereka berbicara. Hanya Sonny dan Julia.
"Kamu nanti kalau balik ke sini bawa oleh-oleh lho?", tanganku iseng meraba punggungnya yang halus mulus. Tante Sofi melirik nakal sambil terus berbicara. "Apa aja yang penting ada buat Mama..., eh!" ia merasa geli saat aku mencium pinggangnya, aku memeluknya dari arah belakang, tanganku meraba permukaan buah dada itu dan sedikit memijit.
"Ah nggak..., ada nyamuk di kaki Mama..., hmm, trus pacar kamu gimana, kirain jadi ngajak doi ke situ", kepalaku kini bersandar di atas pahanya, mataku lagi-lagi melirik buah dada itu, tangankupun, "ahh..., aduh nyamuknya banyak sekarang yah, ooo Mama kan belum tutup jendela..., hmm.." mata Tante Sofi terpejam begitu tanganku menyentuh permukaan buah dadanya, merayap perlahan menyusuri kelembutan bukit indah itu menuju puncak dan, " mm a.." aku memintir putingnya yang coklat kemerahan itu. "Mama lagi baca ini lho artikel masakan khas Amerika latin kayaknya nikmat ya?" telapak tanganku mulai lagi, meremasnya satu persatu, "Hmm", Tante Sofi rupanya pintar juga membuat alasan pada anaknya. Sambil terus berbicara di telepon dengan sebelah tangannya ia meraih penisku yang mulai tegang lagi. Aku hampir saja lupa kalau ia sedang on line, hampir saja aku mendesah. Untung Tante Sofi cepat menyumbat mulutku dengan tangannya. Nyaris saja.
"Eh, kakakmu gimana prestasinya", jari telunjuk Tante Sofi mengurut tepat di leher bawah kepala penisku, semakin tegang saja, shitt..., aku nggak bisa bersuara. Aku tak tahan dan beranjak turun dari tempat tidur itu dan langsung berjongkok tepat di depan pahanya di pinggiran spring bed, menguak sepasang paha montok dan putih itu ke arah berlawanan.
"mmhh..., aahh..., oh nggak, Mama cuma sedikit kedinginan..., uuuhh" lidahku langsung mendarat di permukaan segitiga terlarang itu.
"ssshh yaa...,enakkk..", Tante Sofi sedikit keceplosan.
"Ini..., nih, Mama tadi dibawain fried chicken sama tante Maurin" ia beralasan lagi.
Lidahku kian mengganas, kelentit sebesar biji kacang itu sengaja kusentuh.
"mm fuuuhh..., Mama ngantuk nih..., mau bobo dulu, capek dari kerja tadi, yah?
"Udahan dulu ya sayang..., besok Mama yang telfon kalian..., daah", diletakkannya gagang telepon itu lalu Tante Sofi mematikan sistem sambungannya.
"Lho kok dimatiin teleponnya tante?".
"Tante nggak mau diganggu siapapun malam ini, malam ini tante punya kamu, sayang. Tante akan layani kamu sampai kita berdua nggak kuat lagi. Kamu boleh lakukan apa saja. Puaskan diri kamu sayang aahh", aku tak mempedulikan kata-katanya, lidahku sibuk di daerah selangkangannya.
Malam itu benar-benar surga bagi kami, permainan demi permainan dengan segala macam gaya kami lakukan. Di karpet, di bathtub, bahkan di ruang tengah dan di meja kerja Om Toto sampai sekitar pukul tiga dini hari. Kami sama-sama bernafsu, aku tak ingat lagi berapa kali kami melakukannya. Seingatku disetiap akhir permainan, kami selalu berteriak panjang. Benar-benar malam yang penuh kenikmatan.
Aku terbangun sekitar jam 11 siang, badanku masih terasa sedikit pegal. Tante Sofi sudah tidak ada di sampingku.
"Tante..?" pangilku setengah berteriak, tak ada jawaban dari istri Om Toto yang semalam suntuk kutiduri itu. Aku beranjak dari tempat tidur dan memasang celana pendek, sprei dan bantal-bantal di atas tempat tidur itu berantakan, di banyak tempat ada bercak-bercak bekas cairan kelamin kami berdua. Aku keluar kamar dan menemukan secarik kertas berisi tulisan tangan Tante Sofi, ternyata ia harus ke tempat kerjanya karena ada kontrak yang harus dikerjakan.
"Hmm..., padahal kalau main baru bangun tidur pastilah nikmat sekali", pikiranku ngeres lagi.
Aku kembali ke kamar Tante Sofi yang berantakan oleh kami semalam, lalu dengan cekatan aku melepas semua sprei dan selimut penuh bercak itu. Kumasukkan ke mesin cuci. Tiga puluh menit kemudian kamar dan ruang kerja Om Toto kubuat rapi kembali. Siap untuk kami pakai main lagi.
"Fuck..! Aku lupa sekolah..., ampuuun gimana nih", Sejenak aku berpikir dan segera kutelepon Tante Sofi di kantornya.
"Halo PT. Chandra Asri International, Selamat pagi", suara operator.
"Ya Pagi.., Bu Sofi ada?".
"Dari siap, pak?".
"Bilang dari Sonny, anaknya..".
"Oh Mas sonny".
"Huh dasar sok akrab", umpatku dalam hati.
"Halo Son, sorry Mama nggak nelpon kamu pagi ini..., Mama telat bangunnya" aku diam saja.
"Halo..., halo..., Son.., Sonny".
"Saya, Tante. Didi bukan Mas Sonny...".
"Eh kamu sayang..., gimana? mau lagi? Sabar ya, tungguin tante..".
"Bukan begitu tante.., tapi saya jadi telat bangun..., nggak bisa masuk sekolah".
"Oooh gampang.., ntar tante yang telepon Pak Yogi, kepala sekolah kamu itu..., tante bilang kamu sakit yah?".
"Nggak ah tante, ntar jadi sakit beneran..".
"Tapi emang benar kan kamu sakit..., sakit.., sakit anu! Nah lo!".
"aah, tante..., tapi bener nih tante tolong sekolah saya di telepon yah?".
"Iya..., iya.., eh Di.., kamu kepingin lagi nggak..".
"Tante genit".
"Nggak mau? Awas lho Tante cari orang lain..".
"Ah Tante, ya mau dong..., semalam nikmat yah, tante..".
"Kamu hebat!".
"Tante juga...., nanti pulang jam berapa?".
"Tunggu aja..., sudah makan kamu?".
"Belum, tante sudah?".
"Sudah..., mm, kalau gitu kamu tunggu aja di rumah, tante pesan catering untuk kamu..., biar nanti kamu kuat lagi".
"Tante bisa aja..., makasih tante..".
"Sama-sama, sayang..., sampai nanti ya, daahh".
"Daah, tante".
Tak sampai sepuluh menit seorang delivery service datang membawa makanan.
"Ini dari, Bu Sofi, Mas talong ditandatangan. Payment-nya sudah sama Bu Sofi".
"Makasih, mang..".
"Sama-sama, permisi..".
Aku langsung membawanya ke dalam dan menyantapnya di depan pesawat TV, sambil melanjutkan nonton film porno, untuk menambah pengalaman. Makanan kiriman Tante Sofi memang semua berprotein tinggi. Aku tahu benar maksudnya. Belum lagi minuman energi yang juga dipesannya untukku. Rupanya istri Om Toto itu benar-benar menikmati permainan seks kami semalam, eh aku juga lho..., kan baru pertama. Sambil terus makan dan menyaksikan film itu aku membayangkan tubuh dan wajah Tante Sofi bermain bersamaku. Penisku terasa pegal-pegal dibuatnya. Huh...,aku mematikan TV dan menuju kamarku.
"Lebih baik tidur dan menyiapkan tenaga...", aku bergumam sendiri dalam kamar.Sambil membaca buku pelajaran favorit, aku mencoba melupakan pikiran-pikiran tadi. Lama-kelamaan akupun tertidur. Jam menunjukkan pukul 12.45.
Sore harinya aku terbangun oleh kecupan bibir Tante Sofi yang ternyata sudah ada di sampingku.
"Huuuaah..., jam berapa sekarang tante?".
"Hmm.., jam lima, tante dari tadi juga sudah tidur di sini, sayang kamu tidur terlalu lelap. Tante sempat tidur kurang lebih dua jam sejak tante pulang tadi, gimana, kamu sudah pulih..".
"Sudah dong tante, empat jam lebih tidur masa sih nggak seger..", kami saling berciuman mesra, "crup..., crup", lidah kami bermain di mulutnya.
"Eh..., tante mau jajan dulu ah..., sambil minum teh, yuuk di taman. Tadi tante pesan di Dunkin..., ada donat kesukaan kamu", ia bangun dan ngeloyor keluar kamar.
"Uh.., Tante Sofi..", gumamku pelan melihat bahenolnya tubuh kini terbungkus terusan sutra transparan tanpa lengan. Bayangan CD dan BH-nya tampak jelas.
Aku masih senang bermalas-malasan di tempat tidur itu, pikiranku rasanya tak pernah bisa lepas dari bayangan tubuhnya. Beberapa saat saja penisku sudah tampak tegang dan berdiri, dasar pemula! Sejak sering tegang melihat tubuh Tante Sofi sebulan belakangan ini, aku memang jarang memakai celana dalam ketika di rumah agar penisku bisa lebih leluasa kalau berdiri seperti ini.
"Hmm, tante Sofi..., aahh" desahku sambil menggenggam sendiri penisku, aneh..., aku membayangkan orang yang sudah jelas bisa kutiduri saat itu juga, tak tahulah..., rasanya aku gila!
Tanganku mengocok-ngocok sendiri hingga kini penis besar dan panjang itu benar-benar tegak dan tampak perkasa sekali. Aku terus membayangkan bagaimana semalam kepala penis ini menembus dan melesak keluar masuk vagina Tante Sofi. Kutengok ke sana ke mari.
"Tante..", panggilku.
"Di dapur, sayang", sahutnya setengah berteriak, aku bergegas ke situ, kulihat ia sedang menghangatkan donat di microwave. Dan..., uuuhh, tubuh yang semalam kunikmati itu, dari arah belakang..., bayangan BH dan celana dalam putih di balik gaun sutranya yang tipis membuatku berkali-kali menelan ludah.
"uuuhh tante..., sayang", tak sanggup lagi rasanya aku menahan birahiku, kupeluk ia dari belakang, sendok yang ada di tangannya terjatuh, penisku yang sudah tegang kutempelkan erat di belahan pantatnya.
"Aduuuhh..., Didi nakal kamu ah.." ia melirikku dengan pandangan menggoda. Aku semakin berani, tangan kananku meraih buah dada Tante Sofi dari celah gaun di bawah ketiaknya. Lalu tangan kiriku merayap dari arah bawah, paha yang halus putih mulus itu terus ke arah gundukan kemaluannya yang masih berlapis celana dalam. Telunjuk dan jari tengahku langsung menekan, mengusap-usap dan mencubit kecil bibir kemaluannya.
"Ehhmm..., nnggg..., aahh..., nakaal, Didi".
"Tante..., tante, saya nggak tahan ngeliat tante..., saya bayangin tubuh tante terus dari tadi pagi" Tangan kiriku menarik ujung celana dalam itu turun, ia mengangkat kakinya satu persatu dan terlepaslah celana dalamnya yang putih. Kutarik cup BH-nya ke atas hingga tangan kananku kini bebas mengelus dan meremas buah dadanya. Dengan gerak cepat kulorotkan pula celana dalam yang kupakai lalu bergegas tangan kiriku menyingkap gaun sutranya ke atas. Kudorong tubuh Tante Sofi sampai ia menunduk dan terlihaylah dengan jelas celah vaginanya yang masih tampak tertutup rapat. Aku berjongkok tepat di belakangnya.
"Idiiihh, Didi. Tante mau diapain nih..", katanya genit. Lidahku menjulur ke arah vaginanya. Aroma daerah kemaluan itu merebak ke hidungku, semakin membuatku tak sabar dan..., "huuuhh..., srup.., srup.., srup", sekali terkam bibir vagina sebelah bawah itu sudah tersedot habis dalam mulutku.
"aahh.., Didi..., enaakkk..", jerit perempuan setengah baya itu, tangannya berpegang di pinggiran meja dapur.
"aawwww..., geliii", kugigit pantatnya. Uuh, bongkahan pantat inilah yang paling mengundang birahiku saat melihatnya untuk pertama kali. Mulus dan putih, besar menggelembung dan montok.
Lima menit kemudian aku berdiri lagi setelah puas membasahi bibir vaginanya dengan lidahku. Kedua tanganku menahan gerakan pinggulnya dari belakang, gaun itu masih tersingkap ke atas, tertahan jari-jari tanganku yang mencengkeram pinggulnya. Dan hmm, kuhunjamkan penis besar dan tegang itu tepat dari arah belakang, "Sreeep..., Bleeesss", langsung menggenjot keluar masuk vagina Tante Sofi.
"aahh..., Didi..., enaak..., huuuhh tante senang yang ini ooohh.."
"Enak kan tante..., hmm..., ooohh..., agak tegak tante biar susunya..., yaakkk oooh enaakk".
"Yaahh..., tusuk yang keras..., hmm..., tante nggak pernah gini sebelumnya..., ooohh enaakk pintarnya kamu sayaang..., ooohh enaak..., terus..., terus yah tarik dorong keeeraass..., aahh..., kamu yang pertama giniin tante, Di..., ooohh..., ssshh..", hanya sekitar tiga menit ia bertahan dan, "Hooohh..., tante..., mauuu..., keluar..., sekarang..., ooh hh..., sekarang Di, aahh...". Vaginanya menjepit keras, badannya tegang dengan kepala yang bergoyang keras ke kiri dan ke kanan.
Aku tak mempedulikannya, memang sejenak kuberi ia waktu menarik nafas panjang. Aku membiarkan penisku yang masih tegang itu menancap di dalam. Ia masih menungging kelelahan.
"Balik tante..", Pintaku sambil melepaskan gigitan di kemaluannya."Apalagi, sayang..., ya ampun tante nggak kuat.., aahh".
Aku meraih sebuah kursi.ia mengira aku akan menyuruhnya duduk, "Eiih bukan tante, sekarang tante nyender di dinding, Kaki kiri tante naik di kursi ini..".
"Ampuuun, Didi..., tante mau diapain sayang..", ia menurut saja.
Wooow! Kudapatkan posisi itu, selangkangan itu siap dimasuki dari depan sambil berdiri, posisi ini yang membuatku bernafsu.
"Sekarang tante..., yaahh..", aku menusukkan penisku dari arah depannya, penisku masuk dengan lancar. Tanganku meremas kedua susunya sedangkan mulut kami saling mengecup.
"mmhh..., hhmm..", ia berusaha menahan kenikmatan itu namun mulutnya tertutup erat oleh bibirku.
Hmm, di samping kanan kami ada cermin seukuran tubuh. Tampak pantatku menghantam keras ke arah selangkangannya. Penisku terlihat jelas keluar masuk vaginanya. Payudaranya yang tergencet dada dan tanganku semakin membuatku bernafsu.
"Cek.., cek.., cek", gemercik suara kemaluan kami yang bermain di bawah sana. Kulepaskan kecupanku setelah tampak tanda-tanda ia menikmatinya.
"uuuhh hebaat...,, kamu sayang..., aduuuh mati tante..., aahh enaak mati aku Di, ooohh..., ayo keluarin sayang..., aahh tante capeeekkk..., sudah mau sampai lagi niiih aahh.." wajahnya tampak tegang lagi, pipinya seperti biasa, merah, sebagai tanda ia segera akan orgasme lagi.
Kupaksakan diriku meraih klimaks itu bersamaan dengannya. Aku agaknya berhasil, perlahan tapi pasti kami kemudian saling mendekap erat sambil saling berteriak keras.
"aahh..., tante keluaar..".
"Saya juga tante huuhh..., nikmat.., nikmat..., ooohh..., Tante Sofi..., aahh", dan penisku, "Crat.., crat.., crat.., seeer", menyemprotkan cairannya sekitar lima enam kali di dalam liang vagina Tante Sofi yang juga tampak menikmati orgasmenya untuk kedua kali.
"Huuuhh..., capeeekk..., sayang" ia melepaskan pelukannya dan penisku yang masih menancap itu. Hmm, kulihat ada cairan yang mengalir di pahanya bagian dalam, ada yang menetes di lantai.
"Mau di lap tante?", aku menawarkan tissue.
"Nggak sayang..., tante senang, kok. Tante bahagia..., yang mengalir itu sperma kamu dan cairan kelamin tante sendiri. Tante ingin menikmatinya..", ia berkata begitu sambil memberiku sebuah ciuman.
"Hmm.., Tante Sofi..", Kuperbaiki letak BH dan rambutnya yang acak-acakan, kemudian ia kembali menyiapkan jajanan yang sempat terhenti oleh ulah nakalku.
Aku kembali ke kamar dan keluar lagi setelah mengenakan baju kaos. Tante Sofi telah menunggu di taman belakang rumahnya yang sangat luas, kira-kira sekitar 25 acre. Kami duduk santai berdua sambil bercanda menikmati suasana di pinggiran sebuah danau buatan. Sesekali kami berciuman mesra seperti pengantin baru yang lagi haus kemesraan. Jadilah dua minggu kepergian keluarga Om Toto itu surga dunia bagiku dan Tante Sofi. Kami melakukannya setiap hari, rata-rata empat sampai lima kali sehari!
Menjelang sore, Tante Sofi mengajakku mandi bersama. Bisa ditebak, kami melakukannya lagi di bathtub kamar mandi mewah itu. Saling menyabuni dan..., hmm, bayangin sendiri deh. Itulah pengalaman pribadiku saat pertama mengenal seks bersama guru seks-ku yang sangat cantik, Tante Sofi.
TAMAT
Lanjutan Dari - Cerita Sex - Tante Girang Itu bernama Sofie Part - 1
Faktaterbaru,cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep
Tidak ada komentar:
Posting Komentar